![]() |
Ramah Tamah #SahabatJKN Bersama Ibu Nila Moeloek, Menteri Kesehatan RI |
“Lebih baik mencegah daripada mengobati”
Pepatah yang benar-benar merasuk
ke dalam jiwa saya dan benar-benar meresapi maknanya justru saat saya terbaring
lemah, tak berdaya, merasakan sakit, perih luar biasa di sebuah ranjang rumah
sakit tiga tahun yang lalu.
Usus buntu, yang tanpa saya
sadari ternyata menggerogoti tubuh saya beberapa tahun belakangan, akhirnya
sukses diangkat. Setelah sekian bulan selalu mengalami sakit di bagian bawah
perut kanan, sakit yang merambat hingga ke bagian tubuh lain, mengakibatkan
rasa pegal luar biasa ke hampir semua tubuh selama sekian bulan akhirnya
berhasil dibuang oleh team bedah rumah sakit.
Bagaimana perasaan saya saat itu?
Lega sudah pasti, karena akhirnya jadi tahu “Apa yang diam-diam menggerogoti
tubuh dan bisa dihilangkkan”. Bersyukur, sudah pasti! Karena sebagian biaya
ditanggung tempat kerja suami, jadi beban biaya lumayan berkurang.
Tapi, kesadaran akan “Nikmatnya
sehat” benar-benar terasa merasuk dalam hingga ke hati. Meski biaya ringan,
tetap lebih enak tidak sakit. Tidur beberapa hari di ranjang rumah sakit,
sampai AC yang dingin ruangan tak mampu menghalau gerah tubuh yang lengket di
tempat tidur yang sudah beralas seprei lembut benar-benar membuat saya stres
stres luar biasa.
Itulah yang saya rasakan saat
itu. Hingga tertanam tekat dalam hati “Lebih baik mencegah daripada mengobati”
dengan cara mengubah pola hidup menjadi lebih sehat. Mulai memikirkan olahraga
dengan serius, mulai memilah-milah makanan yang pantas dikonsumsi atau lebih
baik dihindari. Tidak sekedar memanjakan lidah sesaat.
Dan terungkap dalam diskusi Ramah
Tamah Sahabat JKN Bersama Ibu Menkes Nila Moeloek minggu lalu (5/8/2015) di era
penerapan JKN sekarang, kesadaran inilah yang masih sangat rendah dari
masyarakat. Mayoritas mereka masih berfikir “Aji mumpung”. Mumpung ditanggung,
mumpung dibayarin dan mumpung-mumpung lainnya. Hanya dengan Rp 25.500 – Rp 59.900
perbulan, setiap sakit ringan hingga berat seperti Kanker masyarakat langsung
mendapatkan pelayanan lengkap hingga tuntas. Akhirnya pemikiran memprihatinkan “Ah,
kalau sakit ada JKN yang biayai, jadi santai saja” bersarang kuat dalam
pemikiran mayoritas masyarakat.
Padahal biaya berasal dari dana
masyarakat dengan pola subsidi silang, yang mampu membantu yang tidak mampu.
Menggunakan sistem gotong royong. Dan masyarakat dengan pola pikir ini tidak memahami
sepenuhnya bahwa untuk saat ini pemerintah masih nombok mensubsidi biaya
tersebut.
Jadi antara iuran yang masuk dari
seluruh masyarakat yang sudah terdafatar dengan tagunggan yang harus dibiayai
karena sakit tidak sesuai. Bahasa kita sehari-hari adalah “nombok”. Dilihat
dari data penyakit yang diderita, mayoritas penyakit masalah gaya hidup.
Seperti darah tinggi, jantung dan stroke.
Dalam ramah tamah sharing santai kali
ini, tidak hanya mengungkapkan tentang rendahnya kesadaran untuk menjaga kesehatan,
Ibu Nila juga memaparkan kondisi Masyarakat Indonesia secara luas dalam
keterkaitannya dengan dunia kesehatan baik secara langsung maupun tidak.
Pertumbuhan penduduk yang pesat, potensi
dan tantangan yang luar biasa dalam menghadapi bonus demografi. Masalah sosial,
ekonomi yang mengahantui saat laju pertambahan penduduk tak terbendung. Mulai
dari makin sempitnya lahan pertanian karena beralih fungsi menjadi pemukiman.
Sehingga ketahanan pangan yang memenuhi asupan gizi juga ikut terganggu.
Dari gizi terganggu, maka efek
domino lain akan bermunculan. Seperti kurang pahamnya tentang menjaga dan
memelihara kesehatan secara menyeluruh. Mulai dari masalah penikahan dini yang
berdampak negatif dalam jangka panjang. Dari masih belum matangnya alat
reproduksi, hingga berakibat pada kelahiran yang bermasalah.
Dari data Kemenkes saja lebih
dari 40% penduduk Indonesia masih hidup dalam kondisi memprihatinkan dalam
berbagai sisi sandang, pangan, papan termasuk tidak terlindungi jaminan kesehatan.
Dari sinilah pemerintah menghadirkan solusi JKN.
Masalah lainnya masih banyak
masyarakat yang belum percaya untuk ikut mendaftar BPJS Kesehatan dengan
berbagai alasan. Giliran mau ikut pemikiran “Aji mumpung” yang lebih berperan,
sehingga cenderung abai pada kesehatan diri sendiri. Juga membahas tentang Fatwa
MUI yang sudah diluruskan di banyak Media bahwa sebenarnya BPJS Kesehatan TIDAK
HARAM, hanya sistemnya yang masih belum syariah.
Saat sesi tanya jawab juga sangat
menarik, karena mayoritas akhirnya jadi ajang curhat blogger tentang masih
banyaknya keluhan dan kelemahan dalam pelaksanaan JKN. Meski akhirnya, yang terbaik
adalah kita tetap mendukung dan memahami bahwa ini masih baru, masih banyak
yang harus diperbaiki untuk menuju ke kesempurnaan palayanan. Mulai dari
mendaftar hingga pelayanan di lapangan.
Namun inti terpenting Ramah Tamah
kali ini adalah selalu mengingatkan peran blogger sebagai salah satu corong
informasi masyarakat melalui tulisan masing-masing. Peran serta
mensosialisasikan tentang pentingnya kesehatan minimal di lingkungan terdekat,
seperti keluarga sendiri.
Tentang JKN atau BPJS Kesehatan
yang mengusung sistem gotong royong, agar kita selalu bisa menjelaskan kepada
banyak pihak yang masih belum paham apa dan bagaimana JKN ini sistem kerjanya.
Serta peran besarnya untuk masyarakat.
Dan yang paling penting tentu
saja bagaimana kita sebagai pribadi yang selalu memiliki kesadaran untuk
menjaga kesehatan kita masing-masing. Memiliki dan membangun kesadaran untuk
mendeteksi dini apa yang dirasakan dengan segera agar sakit yang diderita tidak
masuk dalam tahap lebih akut dan pengobatan menjadi lebih berat, membutuhkan
biaya lebih mahal, membutuhkan tenaga lebih banyak untuk menjalani pengobatan
sehingga menghambat produktifitas.
Bahwa JKN hanya untuk
berjaga-jaga, tapi jauh lebih baik dan penting tentu “Mencegah daripada
mengobati”. Percayalah sahabat semua, saya salah satu yang sudah merasakan
bahwa meski biaya ditanggung, masih jauh lebih-lebih baik sehat.
Dan akhirnya sampai jumpa di
diskusi berikutnya Sahabat JKN, terima kasih Kemenkes melalui Eyang Anjari atas
undangannya.
Salam Sehat selalu!
iya benar itu...
BalasHapus