Pages

Minggu, 20 April 2014

Komunikasi Tepat Pada Pecandu Narkoba

Dokumentasi Pribadi

Saat menghadiri diskusi Anti Narkoba di Gedung Smesco minggu lalu ada satu yang menarik yaitu acara diisi dengan pertunjukan anak-anak kece dari Theater Tanah Airku yang menampilkan drama musikal dengan  tema Pemberantasan dan Anti Narkoba dan mensosialisasikan 2014 sebagai tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba. Sesuai dengan tajuk acara Pergelaran Seni Budaya Anti Penyalahgunaan Narkoba, Bersama Kita selamatkan Pengguna Narkoba. Dan Sosialisasi Paradigma Baru lewat Seni Budaya dan Dialog.

Sangat menarik, kenapa lewat seni dan budaya?

Seperti kita tahu, predikat sebagai “tersangka” yang selama ini disematkan pada pengguna Narkoba saat mereka tertangkap aparat penegak hukum dan harus melalui porses hukum dalam penyelesaiannya, maka timbulah pandangan buruk banyak pihak terhadap para pengguna Narkoba.  Bahwa Pecandu adalah orang jahat, orang yang mengerikan, pantas dikucilkan, bahkan menurut Kepala BNN Bapak Anang Iskandar banyak pacandu Narkoba yang tertangkap justru “disyukurin” oleh masyarakat. Dan inilah yang harus benar-benar diubah.


Masih banyak orang tua, masyarakat yang berlaku keras saat menghadapi para pecandu Narkoba, bahkan meski si pecandu adalah orang-orang yang mereka cintai. Dalam berkomunkasi lebih sering emosi yang duluan keluar. Meski sebenarnya kondisi ini bisa dipahami karena timbul dari stress, depresi yang timbul dari rasa malu dan minder karena merasa terkucilkan dari lingkungan. Dipandang sinis bahkan dianggap seperti sampah masyarakat yang layak dienyahkan. Padahal dalam menghadapi pecandu Narkoba haruslah menggunakan komunikasi yang benar-benar tepat. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Linda Gumelar, bahwa berbicara dengan seorang pecandu harus benar-benar dilakukan dengan tepat, tidak terkesan keras, tidak seperti menggurui tapi tetap tegas sehingga tidak terkesan lembek dan lemah.

Pengalaman saya waktu dekat dengan seorang saudara yang pecandu Narkoba, mereka memang menunjukan kepribadian yang sangat sensitif, mudah tersinggung, merasa tidak dipercayai, merasa sebagai sosok yang selalu dibenci, dikucilkan dan selalu dipersalahkan oleh orang-orang yang ada disekitarnya. Dan menurutnya hanya sahabat sesama pecandu Narkoba adalah orang-orang yang selalu mengerti dirinya. Menerima dia apa adanya dan sepenuh hati menganggapnya sahabat terbaik.

Di rumah saat tubuhnya sedang sakau dan menagih, dengan tega mencuri barang-barang berharga keluarga hanya untuk ditukar dengan barang haram tersebut. Sehingga menimbulkan pergolakan dalam keluarga, setiap hari bertengkar dengan saudara, orang tua yang menganggapnya “keterlaluan”.  Karena itulah dia selalu merasa tidak ada yang lebih baik selain memenuhi “tagihan” tubuhnya yang mana setelah mengkonsumsi menurutnya akan memberikan efek “luar biasa” yang salah satunya adalah lupa akan semua permasalahan yang ada. Melupakan tekanan pikiran bahwa “aku anak yang tidak berguna bagi keluargaku”, “keluargaku tidak menghargai dan tidak mengenggap aku ada” dan menimbulkan perasaan bahagia “bersama teman-temanku menikmati ini, melupakan semua adalah jalan terbaik” meski itu semu.

Padahal saya sangat tahu betul bagaimana hancur perasaan sang Ibu, mendapati sang putra bermasa depan suram. Mendapati sang putra hancur perlahan, habis badan dan pikiran. Seorang anak yang disayang, dibanggakan dan diharapkan menjadi anak mandiri dan berprestasi pelan-pelan “hancur” terjerat lingkaran setan Narkoba.

Dan saya juga tahu, berulang kali sang Ibu berusaha mengajak komunikasi, namun berulang kali pula sang putra lari dan lari. Hingga akhirnya kondisi itu menimbulkan kondisi “panas” dalam hubungan kekeluargaan. Melaporkan ke Polisi? Saat itu belum ada program Indonesia Bergegas yang mencanangkan rehabilitasi medis, mental dan sosial untuk para pengguna murni tanpa melalui proses hukum. Tegakah seorang ibu melihat sang putra menjadi penghuni jeruji besi dengan predikat “kriminal” dan mendapat stempel buruk di masyarakat? Tidak mungkin!

Hingga akhirnya yang ada hanya pasrah dan berharap kesadaran serta pertobatan akan menghampiri sang putra. Meski membutuhkan waktu yang lama yang entah kapan masa itu akan datang menghampiri dengan berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi, seperti tertangkap pihak berwajib dan diproses hukum. Atau yang lebih buruk, nyawa terenggut barang haram tersebut.

Untuk rehabilitasi, saat itu biaya yang dibutuhkan sangat mahal. Baik dengan cara medis moderen maupun tradisional. Dengan kondisi ekonomi keluarga yang biasa saja tentu hal itu sangat berat untuk dilaksanakan. Bahkan rasa takut itu merember kenama-mana, seperti saat ada teman-temannya datang, sang Ibu juga dihantui parno “mau apa mereka kesini? Apa mau mengajak putraku makai?”. “Apa mau mengajak putraku mencuri di tempat lain untuk membeli barang haram tersebut?”. Ya, rasa stres itu akhirnya benar-benar mencengkram keseluruh sendi pikiran dan membuat komunikasi semakin buruk.

Saat ini, saat saya mengikuti FGD yang diadakan oleh BNN, dan mendapatkan informasi bahwa sekarang ada program P4GN ada sedikit pertanyaan penuh sesal dalam hati, “Kenapa program ini tidak hadir sejak dulu?”. Tapi kemudian kesadaran menyergap. Dimana tidak ada kata terlambat untuk sebuah kebaikan, sebuah cita-cita untuk mewujudkan generasi berprestasi yang bebas Narkoba.

Ya, tahun 2014 yang mana Pemerintah melalui BNN memiliki program P4GN dengan sosialisasi besar-besaran yang meminta dan menganjurkan kepada pecandu maupun sang keluarga untuk melapor kepada Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) agar pengguna segera mendapatkan rehabilitasi medis dan sosial. Ini kabar baik yang patut disyukuri karena selama ini sebagian besar pecandu tidak direhabilitasi oleh keluarganya karena sebagian merasa tidak mampu membawa ke tempat rehabilitasi yang cukup mahal. Sehingga yang ada stress memikirkan keadaan dan membawa kondisi emosi dalam setiap komunikasi.

Dengan program P4GN untuk Indonesia Bebas Narkoba, orang tua atau pihak keluarga bisa berdialog dengan benar dan tepat sasaran untuk memberi pengertian kepada seorang pecandu, bahwa mereka adalah korban yang harus di perjuangkan kesembuhan dan keselamatannya. Dengan program ini diharapkan tidak ada lagi pecandu yang tidak  menjalani rehabilitasi hanya karena alasan ketiadaan biaya. Dan para orang tua dan keluarga bisa fokus pada proses penyembuhan tanpa memikirkan hal-hal lain.

Dan hubungannya dengan Seni dan Budaya? Menurut saya melalui Seni dan Budaya, BNN ingin mengajak semua orang membuka mata bahwa seni dan budaya adalah salah satu kegiatan yang dengan mudah dipahami, diterima dan menyatukan banyak orang yang berbeda. Lihatlah kekayaan seni dan budaya di Indonesia yang beraneka ragam, namun tetap bisa bersatu dalam Satu Indonesia. Begitu pula kalau kita terapkan dalam komunikasi terhadap seorang pecandu Narkoba, dengan komuikasi yang indah, komukasi yang tepat dan bisa diterima tanpa membawa emosi dan ketakutan akan biaya rehabilitasi, ketakutan akan proses hukum, tanpa dibayangi orang terkasih masuk jeruji besi hingga mengakibatkan depresi tentu akan membuat komunikasi lebih mudah dan lancar. Sehingga dengan mudah akan bisa mempengaruhi pecandu untuk segera termotivasi menyembuhkan diri.

Seperti yang diungkapkan Ibu Linda, harus tarik ulur dalam berkomunikasi. Yah, menurut saya sangat tepat, tarik ulur dalam berkomunkasi adalah sebuah seni yang untuk membuat kita bisa menemukan ritme dan cara yang tepat menghadapi seorang pecandu. Agar mereka tidak merasa terintimidasi, agar mereka tidak merasa dikucilkan namun tetap paham bahwa mereka telah melakukan sebuah kesalahan. Tidak merasa didiskriminasi sebagai orang yang tak berguna. Karena mereka adalah korban. Korban penyalahguna Narkoba yang lebih baik di rehabilitasi daripada dipenjara. Karena penjara tidak akan menyelesaikan masalah, yang ada akan membuat mereka merasa terbuang, tersingkirkan dan terasingkan. Sehingga bisa-bisa bukannya insyaf, justru akan menimbulkan perasaan dendam.

Jadi dengan program 2014 sebagai tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba dan dengan adanya IPWL yang tersebar di Indonesia diharapkan memberikan pencerahan bagi masyarakat dan membawa harapan baru untuk Indonesia yang lebih baik lagi kedepannya karena generasinya terbebas dari Narkoba. Dan meraka adalah penerus bangsa, calon-calon pemimpin masa depan yang akan membawa Indonesia Berjaya di Dunia melalui prestasi masing-masing.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...