Dokumentasi Pribadi |
Saat
menghadiri diskusi Anti Narkoba di Gedung Smesco minggu lalu ada satu
yang menarik yaitu acara diisi dengan pertunjukan anak-anak kece dari Theater
Tanah Airku yang menampilkan drama musikal dengan tema Pemberantasan dan Anti Narkoba
dan mensosialisasikan 2014 sebagai tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba. Sesuai
dengan tajuk acara Pergelaran Seni Budaya Anti Penyalahgunaan Narkoba,
Bersama Kita selamatkan Pengguna Narkoba. Dan Sosialisasi Paradigma Baru
lewat Seni Budaya dan Dialog.
Sangat
menarik, kenapa lewat seni dan budaya?
Seperti
kita tahu, predikat sebagai “tersangka” yang selama ini disematkan pada
pengguna Narkoba saat mereka tertangkap aparat penegak hukum dan harus melalui
porses hukum dalam penyelesaiannya, maka timbulah pandangan buruk banyak pihak
terhadap para pengguna Narkoba. Bahwa
Pecandu adalah orang jahat, orang yang mengerikan, pantas dikucilkan, bahkan
menurut Kepala BNN Bapak Anang Iskandar banyak pacandu Narkoba yang tertangkap
justru “disyukurin” oleh masyarakat. Dan inilah yang harus benar-benar
diubah.
Masih
banyak orang tua, masyarakat yang berlaku keras saat menghadapi para pecandu
Narkoba, bahkan meski si pecandu adalah orang-orang yang mereka cintai. Dalam
berkomunkasi lebih sering emosi yang duluan keluar. Meski sebenarnya kondisi
ini bisa dipahami karena timbul dari stress, depresi yang timbul dari rasa malu
dan minder karena merasa terkucilkan dari lingkungan. Dipandang sinis bahkan
dianggap seperti sampah masyarakat yang layak dienyahkan. Padahal dalam
menghadapi pecandu Narkoba haruslah menggunakan komunikasi yang benar-benar
tepat. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Linda Gumelar, bahwa berbicara dengan
seorang pecandu harus benar-benar dilakukan dengan tepat, tidak terkesan keras,
tidak seperti menggurui tapi tetap tegas sehingga tidak terkesan lembek dan lemah.
Pengalaman
saya waktu dekat dengan seorang saudara yang pecandu Narkoba, mereka memang
menunjukan kepribadian yang sangat sensitif, mudah tersinggung, merasa tidak
dipercayai, merasa sebagai sosok yang selalu dibenci, dikucilkan dan selalu
dipersalahkan oleh orang-orang yang ada disekitarnya. Dan menurutnya hanya
sahabat sesama pecandu Narkoba adalah orang-orang yang selalu mengerti dirinya.
Menerima dia apa adanya dan sepenuh hati menganggapnya sahabat terbaik.
Di
rumah saat tubuhnya sedang sakau dan menagih, dengan tega mencuri barang-barang
berharga keluarga hanya untuk ditukar dengan barang haram tersebut. Sehingga
menimbulkan pergolakan dalam keluarga, setiap hari bertengkar dengan saudara,
orang tua yang menganggapnya “keterlaluan”.
Karena itulah dia selalu merasa tidak ada yang lebih baik selain
memenuhi “tagihan” tubuhnya yang mana setelah mengkonsumsi menurutnya akan
memberikan efek “luar biasa” yang salah satunya adalah lupa akan semua
permasalahan yang ada. Melupakan tekanan pikiran bahwa “aku anak yang tidak
berguna bagi keluargaku”, “keluargaku tidak menghargai dan tidak mengenggap aku
ada” dan menimbulkan perasaan bahagia “bersama teman-temanku menikmati ini,
melupakan semua adalah jalan terbaik” meski itu semu.
Padahal
saya sangat tahu betul bagaimana hancur perasaan sang Ibu, mendapati sang putra
bermasa depan suram. Mendapati sang putra hancur perlahan, habis badan dan
pikiran. Seorang anak yang disayang, dibanggakan dan diharapkan menjadi anak
mandiri dan berprestasi pelan-pelan “hancur” terjerat lingkaran setan Narkoba.
Dan
saya juga tahu, berulang kali sang Ibu berusaha mengajak komunikasi, namun
berulang kali pula sang putra lari dan lari. Hingga akhirnya kondisi itu
menimbulkan kondisi “panas” dalam hubungan kekeluargaan. Melaporkan ke Polisi? Saat
itu belum ada program Indonesia Bergegas yang mencanangkan rehabilitasi medis,
mental dan sosial untuk para pengguna murni tanpa melalui proses hukum. Tegakah
seorang ibu melihat sang putra menjadi penghuni jeruji besi dengan predikat “kriminal”
dan mendapat stempel buruk di masyarakat? Tidak mungkin!
Hingga
akhirnya yang ada hanya pasrah dan berharap kesadaran serta pertobatan akan
menghampiri sang putra. Meski membutuhkan waktu yang lama yang entah kapan masa
itu akan datang menghampiri dengan berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi,
seperti tertangkap pihak berwajib dan diproses hukum. Atau yang lebih buruk,
nyawa terenggut barang haram tersebut.
Untuk
rehabilitasi, saat itu biaya yang dibutuhkan sangat mahal. Baik dengan cara
medis moderen maupun tradisional. Dengan kondisi ekonomi keluarga yang biasa
saja tentu hal itu sangat berat untuk dilaksanakan. Bahkan rasa takut itu
merember kenama-mana, seperti saat ada teman-temannya datang, sang Ibu juga
dihantui parno “mau apa mereka kesini? Apa mau mengajak putraku makai?”.
“Apa mau mengajak putraku mencuri di tempat lain untuk membeli barang haram tersebut?”.
Ya, rasa stres itu akhirnya benar-benar mencengkram keseluruh sendi pikiran dan
membuat komunikasi semakin buruk.
Saat
ini, saat saya mengikuti FGD yang diadakan oleh BNN, dan mendapatkan informasi bahwa
sekarang ada program P4GN ada sedikit pertanyaan penuh sesal dalam hati, “Kenapa
program ini tidak hadir sejak dulu?”. Tapi kemudian kesadaran menyergap. Dimana
tidak ada kata terlambat untuk sebuah kebaikan, sebuah cita-cita untuk
mewujudkan generasi berprestasi yang bebas Narkoba.
Ya, tahun
2014 yang mana Pemerintah melalui BNN memiliki program P4GN
dengan sosialisasi besar-besaran yang meminta dan menganjurkan kepada pecandu
maupun sang keluarga untuk melapor kepada Instansi Penerima Wajib Lapor
(IPWL) agar pengguna segera mendapatkan rehabilitasi medis dan sosial. Ini
kabar baik yang patut disyukuri karena selama ini sebagian besar pecandu tidak
direhabilitasi oleh keluarganya karena sebagian merasa tidak mampu membawa ke
tempat rehabilitasi yang cukup mahal. Sehingga yang ada stress memikirkan
keadaan dan membawa kondisi emosi dalam setiap komunikasi.
Dengan
program P4GN untuk Indonesia Bebas Narkoba, orang tua atau pihak keluarga bisa
berdialog dengan benar dan tepat sasaran untuk memberi pengertian kepada
seorang pecandu, bahwa mereka adalah korban yang harus di perjuangkan kesembuhan
dan keselamatannya. Dengan program ini diharapkan tidak ada lagi pecandu yang
tidak menjalani rehabilitasi hanya
karena alasan ketiadaan biaya. Dan para orang tua dan keluarga bisa fokus pada
proses penyembuhan tanpa memikirkan hal-hal lain.
Dan
hubungannya dengan Seni dan Budaya? Menurut saya melalui Seni dan Budaya, BNN
ingin mengajak semua orang membuka mata bahwa seni dan budaya adalah salah satu
kegiatan yang dengan mudah dipahami, diterima dan menyatukan banyak orang yang
berbeda. Lihatlah kekayaan seni dan budaya di Indonesia yang beraneka ragam,
namun tetap bisa bersatu dalam Satu Indonesia. Begitu pula kalau kita terapkan
dalam komunikasi terhadap seorang pecandu Narkoba, dengan komuikasi yang indah,
komukasi yang tepat dan bisa diterima tanpa membawa emosi dan ketakutan akan
biaya rehabilitasi, ketakutan akan proses hukum, tanpa dibayangi orang terkasih
masuk jeruji besi hingga mengakibatkan depresi tentu akan membuat komunikasi
lebih mudah dan lancar. Sehingga dengan mudah akan bisa mempengaruhi pecandu
untuk segera termotivasi menyembuhkan diri.
Seperti
yang diungkapkan Ibu Linda, harus tarik ulur dalam berkomunikasi. Yah, menurut
saya sangat tepat, tarik ulur dalam berkomunkasi adalah sebuah seni yang untuk
membuat kita bisa menemukan ritme dan cara yang tepat menghadapi seorang
pecandu. Agar mereka tidak merasa terintimidasi, agar mereka tidak merasa
dikucilkan namun tetap paham bahwa mereka telah melakukan sebuah kesalahan. Tidak
merasa didiskriminasi sebagai orang yang tak berguna. Karena mereka adalah
korban. Korban penyalahguna Narkoba yang lebih baik di rehabilitasi daripada
dipenjara. Karena penjara tidak akan menyelesaikan masalah, yang ada akan
membuat mereka merasa terbuang, tersingkirkan dan terasingkan. Sehingga
bisa-bisa bukannya insyaf, justru akan menimbulkan perasaan dendam.
Jadi
dengan program 2014 sebagai tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba dan
dengan adanya IPWL yang tersebar di Indonesia diharapkan memberikan pencerahan
bagi masyarakat dan membawa harapan baru untuk Indonesia yang lebih baik lagi
kedepannya karena generasinya terbebas dari Narkoba. Dan meraka adalah penerus
bangsa, calon-calon pemimpin masa depan yang akan membawa Indonesia Berjaya di
Dunia melalui prestasi masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar